Di Jawa Timur, ada upaya yang dilakukan untuk menggali kayaan kearifan lokal melalui pengajaran Al-Qur’an. Hal ini menjadi penting karena Al-Qur’an tidak hanya sebagai petunjuk spiritual, tetapi juga sebagai sumber kebijaksanaan dan nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Dr. H. Cholil Nafis, Ketua MUI Jawa Timur, “Pengajaran Al-Qur’an tidak hanya sekedar membaca ayat-ayat suci, tetapi juga memahami makna dan hikmah di baliknya. Dengan demikian, kita bisa menggali kayaan kearifan lokal yang terkandung dalam Al-Qur’an.”
Salah satu contoh pengajaran Al-Qur’an yang menggali kearifan lokal di Jawa Timur adalah melalui kajian tafsir Al-Qur’an yang dilakukan secara rutin di berbagai pesantren dan majelis taklim. Menurut KH. Ma’ruf Amin, Wakil Presiden RI, “Al-Qur’an merupakan sumber kearifan yang tak terbatas. Dengan memahami dan mengamalkan isi Al-Qur’an, kita bisa memperkaya kehidupan kita dengan nilai-nilai luhur dan bijak.”
Dalam kajian tafsir Al-Qur’an, para ulama dan kyai seringkali memberikan penjelasan tentang nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam Al-Qur’an, seperti gotong royong, tolong-menolong, dan kejujuran. Hal ini bertujuan untuk memperkuat akar budaya dan moral masyarakat Jawa Timur.
Menurut KH. Ahmad Zaini Dahlan, pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, “Pengajaran Al-Qur’an tidak hanya berdampak pada kehidupan spiritual, tetapi juga pada kehidupan sosial dan budaya. Dengan memahami dan mengamalkan Al-Qur’an, kita bisa memperkaya kearifan lokal kita dan menjaga warisan budaya leluhur.”
Dengan demikian, pengajaran Al-Qur’an di Jawa Timur tidak hanya sebagai ritual keagamaan semata, tetapi juga sebagai sarana untuk menggali kayaan kearifan lokal yang ada dalam masyarakat. Dengan memahami dan mengamalkan isi Al-Qur’an, kita bisa memperkaya kehidupan kita dengan nilai-nilai yang luhur dan bijak.